Oleh : Sapardi Djoko Damono
“Seandainya aku bukan ……
Tapi kau angin!
Tapi kau harus tak letih-letihnya beringsut dari sudut ke sudut
kamar,
menyusup celah-celah jendela, berkelebat di pundak bukit itu.
“Seandainya aku . . . ., .”
Tapi kau angin!
Nafasmu tersengal setelah sia-sia menyampaikan padaku tentang
perselisihan antara cahaya matahari dan warna-warna bunga.
“Seandainya ……
Tapi kau angin!
Jangan menjerit:
semerbakmu memekakkanku.Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
Tapi kau angin!
Tapi kau harus tak letih-letihnya beringsut dari sudut ke sudut
kamar,
menyusup celah-celah jendela, berkelebat di pundak bukit itu.
“Seandainya aku . . . ., .”
Tapi kau angin!
Nafasmu tersengal setelah sia-sia menyampaikan padaku tentang
perselisihan antara cahaya matahari dan warna-warna bunga.
“Seandainya ……
Tapi kau angin!
Jangan menjerit:
semerbakmu memekakkanku.Perahu Kertas,
Kumpulan Sajak,
1982.
0 komentar:
Post a Comment